Lemari baju kalian udah numpuk penuh baju? Cobalah pertimbangkan sebuah budaya menyewa baju.
Menurut penelitian dari Universitas Negeri Washington melansir dari sciencedaily.com. “Generasi Z dewasa tertarik menggunakan jasa sewa baju untuk mengurangi limbah pakaian. Di Indonesia ini lebih dikenal dengan budaya zero waste alias budaya minim sampah.”
Chi dan rekan penulis Lincdsay McCoy dan Yuang-Ting Wang “mengumpulkan responden 362 orang dewasa dari kalangan gen Z lebih tepatnya kelahiran 1997–2002 dari penduduk Amerika. Mereka menemukan bahwa responden masih tertarik untuk tampil keren, namun hanya untuk value sebuah pakaian itu sendiri ‘hanya sebatas untuk dipakai’ tidak ada keinginan untuk terikat secara emosional ‘fashionable’ dengan sebuah produk .”
Garda paling depan sebenarnya ya para konsumen sendiri, bayangkan apabila konsumen merasakan dampak positif dari gerakan ini. Maka bisa dipastikan konsumen akan lebih bisa menerima perubahan ini dan mengupayakan untuk menyewa baju untuk keperluan sehari-hari.
Jasa rental baju, dikenal sebagai sebuah adaptasi untuk sebuah gerakan sosial bersama, dengan tujuan untuk memperpanjang masa pakai baju, karena kebanyakan orang sudah terbiasa dengan budaya fast fashion, dimana pada budaya ini lebih condong terhadap pakaian bahan kualitas rendah, produksi yang kelewat banyak, dan selalu berulang silih berganti. Apalagi dibarengi dengan gaya hidup konsumtif masyarakat.
Ujar Chi, untuk percontohan. “Sebagian besar penduduk Amerika melakukan pembelian rata-rata 67 item baju setiap tahun, itupun tidak semuanya terpakai dalam keseharian. Di tahun 2018, rantai terakhir alias para konsumen membuang lebih 17 juta ton tekstil ke TPS di Amerika, bahkan pihak Environmental Protection Agency mengungkapkan nilai volume sampah tekstil itu selalu meningkat dari tahun 2000 ada 9,4 juta ton sedangkan di 2009 meningkat menjadi 13 juta ton.”
Bisa dilihat sendiri seberapa banyak limbah baju dari luar negeri yang berakhir di tanah air kita. Mengingat isu larangan impor baju bekas yang mencuat beberapa bulan yang lalu.
Di Indonesia sendiri gerakan sewa baju ini belum terlalu populer apalagi untuk persewaan baju sehari-sehari.
Berdasarkan pengalaman penulis sendiri. “Saya sendiri terakhir menyewa baju itu kala menjelang purpisahan SMA, sebelumnya kalo waktu kecil pernah sih itupun juga sama. Baju khusus untuk acara tertentu di sekolah waktu TK.”
Berdasarkan pengalaman dari kerabat-kerabat pun juga sama, pengalaman menyewa baju mereka pun hanya terbatas kepada acara-acara seremonial seperti pernikahan, upacara adat, olahraga, keagamaan dll. Untuk kebutuhan baju sehari-hari masih memilih untuk membeli baju baru aja.
Ada sebagian orang, tak terkecuali saya sendiri. Itu kesannya juga jijik jikalau harus menyewa baju jika dipakai untuk keperluan sehari-hari. “Kita ga tau kan ya? dipakai apa aja baju yang kita sewa itu untuk keperluan sehari-hari dari si penyewa sebelumnya.”
Menurut pakar mikrobiologi lingkungan Ryan Sinclair di wartakan dari antaranews. “Bakteri yang tertempel pada serat kain akan beresiko menjadi penyakit, namun perkara kebersihan pakaian sayangnya acapkali sering dilewatkan oleh sebagian orang.”
“Mungkin, untuk siasat ini pihak persewaan juga harus lebih peduli lagi ya.” Tentunya dengan standar khusus untuk menjaga kebersihan pakaian, agar seluruh pihak merasa tidak dirugikan. Misalnya, dengan memberi penutup baju khusus ketika pakaian hendak disewakan dan mengecek riwayat penggunaan semua penyewa baju, agar bisa dibersihkan sesuai standar yang berlaku.
Tapi, bukan berarti tidak ada harapan lagi ya bagi kalian untuk menyewa baju-baju untuk dipakai sehari-hari. Di Indonesia sendiri ternyata ada lho, jasa sewa baju untuk keperluan sehari-hari. Untuk saat ini saya rekomendasikan di rentiqueid & styletheoryid. Disana harganya variatif, mulai dari 40 ribuan sampai ratusan ribu.
Gimana, apakah kalian tertarik dengan budaya menyewa baju ini. Alih-alih tampil modis tapi juga turut ikut andil dalam menjaga lingkungan, kalcer bukan.